FLORA : Edelweiss
- Akhmad Khalid Aprianza
- 20 Jul 2014
- 3 menit membaca

Edelweiss the Everlasting Flower & Anaphalis.
Leontopodium alpinum. Edelweiss atau Everlasting Flower sejatinya merujuk pada (umumnya) kelompok bunga dalam genus Leontopodium yang merupakan bagian dari famili bunga daisy/bernikir2 (asteraceae/compositaea) yang termasuk di dalamnya adalah bunga matahari, aster, dll. Leontopodium sendiri memiliki 30 species, yang berhabitat di Eropa dan Asia (mungkin juga Amerika). Bentuk kelopak bunganya yang tidak jelas dan bagai terlihat kekar entah bagaimana menggambarkan bentuk tapak kaki singaākarena itulah genus ini dinamakan dengan menggabungkan nama lĆ©Ån (singa) dan pódion (kaki). Nama edelweiss berasal dari Jerman, yang dieja EdelweiĆ (dengan Eszett (Ć) ligature/imbuhan), secara literal berarti "Sang Putih yang Terhomat", gabungan dari kata sifat edel "Terhormat (bangsawan/ningrat)" dan weiĆ (atau weiss) "Putih". Di abad ke 19, Edelweiss menjadi simbol dari kemurnian dataran2 tinggi. Berthold Auerbach menerbitkan buku berjudul Edelweiss di tahun 1861, dimana kesulitan penduduk dataran tinggi dalam memperoleh bunga edelweiss dilebih2kan hingga titik dimana dinyatakan "memilikinya adalah bukti dari sebuah tantangan yang tak biasa". Ide ini pada masa itu menjadi bagian dari mythology pendakian. Novel Auerbach muncul dalam terjemahan bahasa Inggris di tahun 1869, dengan kata pengantar berupa kutipan yang dikaitkan oleh Ralph Waldo Emerson. "There is a flower known to botanists, one of the same genus with our summer plant called 'Life-Everlasting', a Gnaphalium like that, which grows on the most inaccessible cliffs of the Tyrolese mountains, where the chamois dare hardly venture, and which the hunter, tempted by its beauty and by his love (for it is immensely valued by the Swiss maidens), climbs the cliffs to gather, and is sometimes found dead at the foot, with the flower in his hand. It is called by botanists the Gnaphalium leontopodium, but by the Swiss EDELWEISS, which signifies NOBLE PURITY." "Ada sebuah bunga yang dikenal botanis, yang berada dalam satu genus dengan tanaman musim panas kita yang disebut "Keabadian", sebuah Gnaphalium (genus bunga awal sebelum diklarifikasi menjadi genus Leontopodium), yang tumbuh di tebing yang paling sulit dijangkau dari pegunungan Tyrolese, dimana kambing gunung hampir tidak berani menjelajah, dan peburu, terpesona oleh kecantikan dan cintanya (karena sangat disukai oleh para gadis Swiss), memanjat tebing untuk mengambilnya, dan kadang ditemukan mati di kakinya (tebing; red.), dengan sang bunga di tangan. Yang disebut para botanis sebagai Gnaphalium leontopodium, tapi oleh orang Swiss EDELWEISS, yang berarti KEMURNIAN YANG MULIA. (diterjemahkan secara bebas oleh bang Pe'I). Dari kutipan di atas lah, bunga Edelweiss kini menjadi populer sebagai sebuah "Life-Everlasting Flower" yang disalah-makna-kan dalam bahasa Indonesia menjadi "Bunga Abadi". Anaphalis javanica, Dikenal secara populer sebagai Edelweiss jawa (Javanese edelweiss), adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi Nusantara. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 m dan dapat memiliki batang sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 m. Tumbuhan ini sekarang dikategorikan sebagai langka. Edelweis merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan dan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus, karena mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu yang secara efektif memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara. Bunga-bunganya, yang biasanya muncul di antara bulan April dan Agustus, sangat disukai oleh serangga, lebih dari 300 jenis serangga seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat, tabuhan, dan lebah terlihat mengunjunginya. Jika tumbuhan ini cabang-cabangnya dibiarkan tumbuh cukup kokoh, edelweis dapat menjadi tempat bersarang bagi burung tiung batu licik Myophonus glaucinus. Bagian-bagian edelweis sering dipetik dan dibawa turun dari gunung untuk alasan-alasan estetis dan spiritual, atau sekedar kenang-kenangan oleh para pendaki. Pada bulan Februari hingga Oktober 1988, terdapat 636 batang yang tercatat telah diambil dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang merupakan salah satu tempat perlindungan terakhir tumbuhan ini. Dalam batas tertentu dan sepanjang hanya potongan-potongan kecil yang dipetik, tekanan ini dapat ditoleransi. Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tumbuhan ini dinyatakan punah. Sayangnya keserakahan serta harapan-harapan yang salah telah mengorbankan banyak populasi, terutama populasi yang terletak di jalan-jalan setapak. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa edelweis dapat diperbanyak dengan mudah melalui pemotongan cabang-cabangnya. Oleh karena itu potongan-potongan itu mungkin dapat dijual kepada pengunjung untuk mengurangi tekanan terhadap populasi liar. salah satu tempat terbaik untuk melihat edelweis adalah di Tegal Alun (Gunung Papandayan), Alun-Alun Surya Kencana (Gunung Gede), Alun-Alun Mandalawangi (Gunung Pangrango), dan Plawangan Sembalun (Gunung Rinjani). Anaphalis longifolia, Merupakan salah satu jenis edelweis di jawa yang umumnya dapat ditemui di wilayah Bromo Tengger. Pernyataan punahnya Anaphalis javanica di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sehingga termasuk dalam daftar tanaman yang dilindungi, seolah memperkuat makna spiritual tertentu genus bunga Anaphalis di mata pendaki maupun wisatawan. Hal ini secara tidak langsung juga meningkatkan popularitas Anaphalis longifolia. Edelweis jenis ini saat ini mulai dibudidayakan oleh para petani lokal di beberapa dataran tinggi Indonesia untuk diperniagakan sebagai souvenir wisata memanfaatkan popularitas nama bunga edelweis. Semoga bermanfaat untuk teman2 Petualang Indonesia. Best Regard. c"^_^) sumber : wikipedia & berbagai sumber Disusun ulang dalam terjemahan bebas oleh bang Pe'I




















































Komentar